02 September 2008

“SEDEKAH BUMI DAN SEDEKAH LAUT, KEUNIKAN PESTA RAKYAT”


Sedekah bumi dan sedekah laut merupakan budaya yang unik, kemungkinan hanya ada di Jawa Tengah yang diantaranya ada di daaerah Rembang. Bulan Agustus kemarin secara bergantian beberapa desa di daerah Rembang mengadakan sedekah bumi dan sedekah laut, yang sering disebut sebagai pesta rakyat. Sedekah bumi diadakan di daerah-daerah yang penduduknya hidup bergantung dari pertanian dan sedekah laut diadakan dibeberapa daerah pesisir yang penduduknya menggantungkan diri dari hasil laut.

Seperti yang terjadi di Desa Maguan Kecamatan Kaliori Kabupaten Rembang yang pada tanggal 15 Agustus kemarin mengadakan sedekah bumi. Keunikan dari sedekah bumi ini karena diadakan setiap tahun, sudah merupakan tradisi. Para penduduk desa rela bergotong royong iuran untuk menghadirkan beberapa tontonan gratis bagi masyarakat sekitar. Bahkan selama tiga hari berturut-turut masyarakat Maguan membiayai tontonan-tontonan menarik, ada dangdut, tontonan budaya khas Jawa Ketoprak dan Wayang Kulit, R n B. Suasana desa sangat ramai selama tiga hari siang dan malam, penuh dengan bakul dan pengunjung hiburan. Selain itu disiang hari banyak perlombaan, ada perlomboaan naik Jambe (sebatang pohong bambu yang tinggi yang diberi oli dengan hadiah-hadiah menarik diatasnya) disetiap RT, lomba tarik tambang, balap karung, bawa kelereng dimulut dengan sendok, dan makan krupuk.

Desa Maguan terletak diperbatasan antara Kabupaten Rembang dan Kabupaten Pati, dari jalan Raya masuk 5 KM. Desa yang berpenduduk + 2364 jiwa ini sejak nenek moyang telah mengadakan sedekah bumi setiap tahunnya, tetapi zaman dulu tontonan-tonanan yang diselenggarakan hanya tontonan khas budaya Jawa seperti Ketoprak, Wayang Kulit dan Barongan (semacam Baronsai). Tetapi sesuai dengan perkembangan zaman para penduduk juga menyelenggarakan tontonan-tontonan modern seperti R n B dan Dangdut.

Bisa dibayangkan meriahnya acara sedekan bumi ini selama tiga hari tiga malam penuh dengan acara, semua tontonan di Desa Maguan jika dikalkulasi menghabiskan dana sekitar 30 juta. Padahal penduduk Desa Maguan mayoritas perpenghasilan petani tadah hujan dan buruh. Penarikan iuran untuk sedekah bumi tidak mereka pukul rata pada semua penduduk. Iuran didasarkan pembayaran pajak sawah yang dilipatkan sampai lima kali. Jadi bagi yang mempunyai sawah luas iuranya banyak sedangkan yang mempunyai sawah sedikit iurannya juga sedikit.

Sedekah bumi dan sedekah laut sebenarnya mempuyai sejarah, pada awalnya merupakan pesta tasyakuran masyarakat atas kerja mereka dari hasil bumi dan hasil laut selama setahun. Kemudian mereka mengadakan kondangan (makan bersama), mereka juga menjamu setiap tamu yang hadir dari luar desa dengan makanan dan tontonan budaya.

Sebagian besar Desa di daerah Rembang masih mempunyai tradisi sedekah bumi dan sedekah laut. Di daerah Pesisir Rembang yang mengadakan sedekah laut bahkan lebih ramai, seperti di Desa Tasik Agung yang terletak di Kecamatan Rembang. Totonan-totonan yang mereka sunguhkan biasanya lebih mahal dari totonan-totonan yang disuguhkan pada sedekah bumi. Jika dikalkulasi biaya berbagai totonan dalam sedekah laut menghabiskan dana 50 juta lebih. Jika ada berbagai perlombaan hadiahnya pun lebih mahal, untuk perlombaan yang diikuti anggota masyarakat sendiri biasanya hadiahnya kambing.

Di daerah pesisir jika ada tontonan seperti dangdut penyayinya bisa dipastikan sangat senang, karena di daerah ini masih ada tradisi sawer (tradisi mengasih uang penyayi saat di panggung). Beberapa orang yang dianggap juragan rela merogoh kocek sampai satu juta lebih. Menurut salah satu Dangdut yang pernah manggung di Tasik Agung, hasil mereka antara harga manggung dan saweran ternyata lebih banyak sawerannya. Saweran yang diberikan penyanyi tidak otomatis dimiliki penyayi, ada aturan yang telah disepakati kalau uang saweran harus dibagi dengan semua personel dangdut.

Selain suguhan tontonan para penduduk juga menjamu para tamu dari daerah luar desanya yang mampir ke rumahnya. Tamu yang mampir pasti akan disuguhi dengan makanan berlauk ikan laut. Tradisi menjamu tamu seperti suatu kehormatan dan kebahagiaan tersendiri bagi mereka. Para pengunjung juga dapat menikmati keindahan laut dengan berlayar, bahkan biasanya pemilik kapal (juragan) memenuhi kapalnya dengan berbagai makanan untuk dinikmati pengunjung, semua gratis tanpa dipungut biaya.

Tradisi sedekah bumi dan sedekah laut memang seperti pemborosan, tetapi tradisi ini sudah menjadi acara tahunan yang tidak pernah ditinggalkan oleh masyarakat Rembang. Tradisi sedekah laut dan sedekah bumi tidak hanya di Rembang, di sebagian besar daerah laut utara dan selatan juga ada tradiri tersebut. Walau zaman terus berubah sedekah bumi dan sedekah laut masih dipertahankan oleh masyarakat Jawa sebagai tradisi warisan nenek moyang.

01 September 2008

“SEKS EDUCATION BAGI PARA SANTRI, SIAPA TAKUT?”


Pada tanggal 4 Juli yang lalu Pesantren Roudlotul Falah mengadakan pendidikan seks bagi para santri yang berumur 17 tahun ke atas. Kegiatan ini dihandle oleh Pusat Informasi dan Konsultasi Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK KRR) Pesantren Roudlatul Falah dan difasilitatori oleh Dinas Kesehatan Kab. Rembang. Kata Adhim salah satu pengurus PIK KRR, “Sebenarnya pendidikan seks bagi santri Roudlatul Falah bukan kali pertama ini, sebelumnya sudah ada, tetapi kita hanya menghadiri undangan penyuluhan yang diadakan pihak Dinas Kesehatan Rembang atau lainya”.

Menanggapi adanya pendidikan seks untuk para santri, Hanik salah satu peserta penyuluhan mengomentari, “sebenarnya gak masalah, karena kita para santri sudah gak asing dengan pendidikan seks, kitab Qurrotul ‘Uyun itu kan kitab pendidikan seks”. Hanya saja, tegas Hanik, pembahasan dalam kitab tidak sedetail dalam penyuluhan ini, ada gambarnya lagi, sehingga karena begitu mendetail pembahasanya terkesan vulgar.

Gagasan tentang digulirkannya pendidikan seks bagi para remaja masih menjadi problematika di masyarakat. Hal ini diakui oleh salah satu penyuluh, sebagian orang memang mendukung, tetapi sebagian lainnya menganggap pendidikan seks sebagai hal yang tabu. Banyak orang yang tidak paham tetang pendidikan seks salah memahami bahwa bahwa pendidikan seks adalah pelajaran tentang bagaimana melakukan hubungan seks. Sehingga pandangan seperti ini mengakibatkan sebagian masyarakat masih belum mau menerima pentingnya pendidikan seks untuk para remaja.

Tujuan diadakannya pendidikan seks ini punya tujuan positif bagi para remaja termasuk santri, menurut Endik ketua PIK KRR, sekarang banyak prilaku penyimpangan seksual pada remaja karena alasan yang tidak masuk akal, hanya mengikuti hawa nafsu saja. Seks bebas di tengah masyarakat seperti dianggap sebagai budaya modern. Maka pendidikan seks bagi dalam arti pengetahuan kesehatan reproduksi dan persoalan seksualitas merupakan salah satu alternatif pemecahan masalah tersebut, biar para remaja tahu bahaya seks bebas.

Materi acara yang diadakah PIK KRR banyak membahas tentang bahaya seks bebas, penyakit-penyakit kelamin yang diakibatkan pergaulan bebas, diantaranya penyait AIDS yang sampai sekarang belum bisa ditanggulangi secara medis.

Dalam penyuluhan ini pemateri penyampaikan dengan hati-hati, karena mempertimbangkan etika kesopanan di Pesantren. Karena materi ini harus disampaikan dengan detail agar tidak salah dipahami peserta maka pemateri juga menampilkan beberapa gambar alat reproduksi dengan LCD monitor. Banyak peserta tertawa saat LCD monitor menampilkan gambar-gambar yang aurot tersebut.

Adanya gambar-gambar aurot yang ditampilkan LCD monitor apakah hal itu layak, gus Humam putra Kyai Tamam menanggapi, “saya kira penyuluh sudah hati-hati dan tidak bermaksud negatif, hanya saja pikiran kita yang salah tangkap, kalau gambar seperti itu penting untuk ditampilkan karena penunjang materi, maka wajar saja jika ditampilkan”. Kalau kita pahami, lanjut Gus Humam, Kitab Qurrotul Uyun itu kalau divisualisaikan juga vulgar, karena hanya penjelasan dengan kalimat kadang para santri itu mengaji dengan melakukan visualuisasi dalam pikiranya sendiri-sendiri.

Sambil berkelakar Gus Humam menjelaskan, “Kalau kita mendengar kata tahu, jelas pikiran kita akan menangkap bentuk tahu, ya kan?, coba kalau kita mendengar kata dzakar, pikiran kita pasti menangkap bentuk dzakar, masak menangkap bentuk tempe?”.

Harapan dari Dinas Kesehatan dengan adanya kegiatan seks education ini tidak hanya sebagai pengetahuan tentang bahaya seks di luar nikah tetapi juga pendidikan moral. Pemateri mananggapi soal kenapa pendidikan seks ini diberikan pada para santri?. “saya itu sudah tidak meragukan moralitas para santri, tetapi saya berharap para santri menularkan pengetahuan dan akhlaknya itu pada remaja dan masyarakat disekelilingnya”. Hal ini mengingat kenyataan yang menunjukan bahwa tingkat perilaku penyimpangan seksual pada remaja telah cukup mengkhawatirkan. Selain itu, remaja adalah generasi baru pewaris bangsa, memikul tanggung jawab akan penentuan masa depan bangsa. Apabila banyak di antara remaja yang terperosok ke dalam prilaku seksual yang menyimpang, maka moral bangsa ini akan semakin terpuruk suatu saat nanti dan masa depan bangsa ini pun akan semakin suram. Santri punya tanggung jawab moral agar masyarakat di sekitarnya tidak terpeorsok ke dalam perilaku penyimpangan seks.

“DI REMBANG BARU ADA DI SINI, PAKET B DAN C DENGAN PEMBELAJARAN ONLINE”

Hadirnya Kejar Paket B dan Paket C dengan internet online di Pesantren Rodlotul Falah merupakan “angin segar” bagi keberlangsungan pendidikan para santri dan masyarakat di sekitar pesantren. Hadirnya Kejar Paket akan memberi pendidikan tambahan bagi para santri dan anak-anak desa sekitar pesantren yang tidak dapat melanjutkan sekolah karena permasalahan biaya. Tingginya angka anak yang tidak melanjutkan sekolah di daerah Rembang merupakan kenyataan yang memprihatinkan.

Minimnya tingkat partisipasi pendidikan di Rembang ini ditegaskan oleh Pak B. Widyarso, Kasi Pembinaan Program di Diknas Rembang. Menurut beliau, APK (angka partisipasi kasar) SMP/SLTP tahun 2006/2007 pada usia 12-15 tahun masih berjumlah 86,30 %. Padahal, target APK untuk MTs/SLTP tahun 2008/2009 adalah 90 %. Masih ada kekurangan 3,70 % lagi untuk memenuhi target yang tinggal setahun itu. Meski tingkat APK untuk SLTP sudah lumayan bagus, tetapi untuk tingkat SLTA menunjukkan angka yang memprihatinkan, yaitu masih di bawah 36 %. Artinya, anak-anak usia sekolah 16-18 tahun sangat banyak yang belum sekolah atau tidak sekolah. Hal itu bisa jadi karena faktor sosial dan kesulitan ekonomi, jumlah SLTA masih belum terjangkau atau memadai dengan jumlah penduduk.

Di Desa Sidorejo sendiri tempat Kyai Tamam tinggal persentase dari seluruh penduduk Sidorejo, hanya 20 % yang sekolah di SLTA, sedangkan yang di SMP/SLTP hanya 60-70 %. Padahal, saat ini pendidikan dasar 9 tahun mestinya sudah dinikmati seluruh penduduk dari seluruh penjuru negeri.

Sedangkan keadaan pendidikan para santri dari 200 santri mukim hanya sekitar 30 orang saja yang lulus SMA, lainnya hanya lulus SD/MI dan SMP/MTs. Santri Madrsah Diniyah rata-rata juga hanya lulusan SMP/MTs tidak sampai SMA/MA. Banyak anak-anak di desa sekitar Pesantren yang tidak melanjutkan sekolah menjadikan keprihatinan Kyai Tamam, tapi apa daya Kyai Tamam secara pribadi tidak dapat berbuat banyak.

Karena itulah Kyai Tamam membuka diri untuk dengan berbagai pihak untuk dapat menyelesaikan pendidikan anak bangsa yang terputus. Diantaranya Pesantren pernah menjalin kerjasama dengan Depag Pusat dengan adanya bantuan MTs Terbuka tahun …, Depag pusat hanya membantu satu periode kelulusan dengan ujian menginduk pada MTs Negeri Lasem, karena sifatnya bantuan maka MTs ini tidak dapat dilanjutkan karena permasalahan dana, infra struktur dan supra struktur yang memadai.

Permasalahan yang menjadi ganjalan bagi masyarakat Pamotan agar anak-anak mereka mampu melanjutkan sekolah adalah permasalah ekonomi. Gambaran masyarakat Pamotan rumah-rumah mereka kebanyakan terdiri dari rumah kayu dan bambu. Jarang sekali yang bangunannya semua dari batu bata dan seperti umumnya rumah di perkotaan. Mayoritas penduduk di Pamotan pun hidup di bawah garis UMR, yaitu berpenghasilan Rp 7.500-15.000 sehari. Akibatnya, banyak sekali anak usia sekolah yang tidak bisa meneruskan pendidikan sekolah umum yang biayanya tidak rendah. Generasi-generasi penerus bangsa ini pada dasarnya sangat berkinginan untuk maju, namun semuanya terbentur oleh biaya.

Karena itu saat Depag menawari kerjasama untuk membuka wajardikdas/paket B pada tahun 2004 Kyai Tamam tak menyia-nyiakan kesempatan ini. Apalagi untuk tingkat dasar setara SMP biaya oprasional sampai saat ini masih ditanggung Pemerintah. Dalam kerjasana ini pihak pesantren yang melaksanakan menajemen dan proses pembelajaran serta mnyediakan tempatnya, sedangkan buku dan dana oprasional ditanggung oleh Pemerintah melalui Depag Rembang.

Kejar Paket B dan C dengan Internet Online

Pembelajaran Paket B telah berjalan tahun keempat, sekarang telah membuka kelas I (satu) keempat kalinya, dan kemarin Juli siswa kelas 3 (tiga) periode 2007-2008 sebanyak 40 siswa telah mengikuti Ujian Akhir Nasional. Jumlah siswa sekarang 85, baik dari santri dan masyarakat sekitar. Para siswa sangat senang bisa menikmati pendidikan setara SMP, seperti yang diungkapkan Anik siswa kelas II (dua), “Di pesantren Jumput sekarang kita nggak ketinggalan pendidikan, sudah sekolah gratis kita pun masih dilatih komputer dan internet”.

Belajar di Kejar Paket B tidak harus merasa rendah, menurut Gus Humam pembelajaran Paket B di Pesantren ini dilaksanakan dengan serius berdasarkan kurikulum, bahkan buku-buku pegangan siswa dan guru semua standar SMP, walau jam pembelajaran tatap muka tidak sesering sekolah formal, karena ada jadwal sekolah diniyah dan ngaji serta kegiatan pesantren lainnya, tapi para guru di sini siap siang-malam melayani siswa yang butuh konsultasi pelajaran.

Angin segar untuk keberlangsungan pendidikan di pesantren Roudlotul Falah kembali muncul, ketika pada tahun 2007 LSM International Centre Islam and Pluralism menawarkan kerjasama Open, Distance and E-Learning (ODEL). Kerjasama dengan ICIP akhirnya terlaksana pada bulan November 2007, bahkan ICIP juga melatih 2 orang palaksana program selama seminggu di UI Jakarta, 1 Staf (Gus Humam Najah) dan 1 Pemandu Komunitas (Sholihul Hadi), selain itu juga malaksanakan evaluasi, sampai bulan ini sudah 6 kali pertemuan antara Pesantren yang diwakili pelaksana program dengan LSM ICIP Jakarta.

Kerjasama akhirnya terealisasi dengan membuka Paket C dengan sistem pembelajaran tatap muka dan pembelajaran online dengan internet. Karena Paket B sudah ada maka pembelajaran online dengan internet juga diberlakukan untuk siswa Paket B. Pak Slamet PLS Pendidikan Luar Sekolah Kec. Pamotan mengacungi jempol pembelajaran online ini, “Di Rembang baru ada kali ini, Paket B dan C dengan sistem pembelajaran online dengan internet gratis”.

Gus Ulin salah satu putra Kyai Tamam menilai, kerjasama dengan ICIP benar-benar telah memberikan sumbangan perubahan yang besar dan positif bagi santri dan masyarakat disekitarnya. “Banyak manfaat internet yang telah dirasakan para santri dan warga sekitar, karena informasi dari berbagai dunia dapat diakses”, kata gus ulin. Dulu saat pertama kali ICIP datang ke Pesantren ini banyak pihak yang takut dampak negatif internet, setelah internet ada para santri sudah bisa merasakan aspek positifnya dengan bertambahnya pengetauan dan informasi.

Jumlah siswa Paket C 68 sekarang sudah memasuki kelas II (dua), semua totor Mata pelajaran di Paket C lulusan Perguruan Tinggi, 5 tutor sarjana dan 2 tutor lulusan D3. Sekarang paket C membuka kelas 1 lagi, sudah ada 25 siswa yang daftar, bahkan semua baru lulusan paket B dan SMP/MTs tahun ini. Kerjasama antara ICIP Jakarta dengan Pesantren memang hanya 2,5 tahun, tetapi pihak pesantren berusaha agar kerjasama dengan ICIP menjadi tonggak kemajuan pendidikan pesantren untuk masa depan.

Sejak paket B dan C dengan pembelajaran E-Learning masuk pesantren sekarang para santri tidak hanya belajar “kitab kuning” melulu, kini mereka dapat tambah ilmu pengetahuan dengan mempelajari pelajaran-pelajaran setingkat SMP dan SMA, bahkan mareka juga dapat belajar online dengan internet secara gratis. Bu Atik salah seorang guru Paket C juga melihat bahwa dengan hadirnya internet telah memberi perubahan positif dalam pemikiran santri dan warga belajar lainnya. Tandas Bu Atik, “Sekarang para santri kalau ada dan beropini juga mengambil refrensi dari luar kitab kuning, bahkan mereka juga mengambil pendapat orang-orang non muslim selama relevan dengan pembicaraan”.

Kyai Tamam berharap bahwa perubahan dan dampak yang diambil santri dengan internet dipesantren merupakan dampak positif. Beliau mengungkapkan, “kerjasama dengan ICIP Jakarta ini diharapkan selalu memberikan dampak positif bagi pesantren dan warga belajar, bagaimanapun internet merupakan barang baru di Pesantren ini”. Karena itu menurut Kyai Tamam para santri harus selalu diarahkan dan diberi kesibukan yang bermanfaat saat di depan internet.

PESANTREN RAUDLOTUL FALAH DALAM SEJARAH

Pesantren Raudhatul Falah lebih dikenal dengan Pesantren Jumput, karena letraknya di Dusun Jumput, Desa Sidorejo, Kecamatan Pamotan, Kebupaten Rembang. Jarak tempuh dari Rembang ke pesantren ini sendiri + 25 KM, sedangkan dari kota Lasem 17 KM, sedangkan dari Kecamatan Pamotan ada 2,5 KM.

Pesantren Raudlatul Falah didirikan oleh KH Ahmad Tamamuddin Munjie pada tahun 1965. KH Ahmad Tamamuddin Munjie yang lebih dikenal masyarakat dengan Kiyai Tamam dulu merupakan ustadz di Madrasah Matholiul Falah, Kajen Margoyoso Pati. KyaiTamam asli orang Kajen-Pati, hijrah ke Pamotan karena istri beliau Nyai Hj. Chumaidah merupakan orang Pamotan. Takdir perjodohan antara KyaiTamam dan Nyai Khumaidah terjadi di Kajen, Nyai Khumaidah dulunya nyantri di Pesantren Maslakul Huda Kajen Pati yang kini diasuh KH Sahal Mahfudz, juga santri beliau di Madrasah Mathaliul Falah.

Pada awal hijrah, Pamotan menurut KyaiTamam penduduknya masih banyak yang Islam Kejawen. Tidak mudah menyiarkan Islam di daerah ini, banyak tantangan dari beberapa masyarakat, apalagi KyaiTamam di Pamotan merupakan pendatang dan secara ekonomi saat itu belum mapan. Tetapi tekad perjuagan Kyai Tamam tidak pupus apalagi istri beliau yang setia juga memberi dorongan. Prinsip beliau “tidak memaksakan kehendak pada orang lain dan mengajar pada orang yang ingin belajar”.

Pada awal perjalanannya tahun 1967 Pesantren Raudlotul Falah mempuyai 20 santri dari daerah Demak, dengan dibantu 2 santri dari Kajen Kyai Tamam mengembangkan pesantren. Tak lama kemudian dibangun Mushola dan kamar untuk santri. Tahun 1975 mulai datang juga santri putri dari daerah Demak dan sekitarnya untuk nyantri di sini. Sejak awal, pesantren ini ditujukan untuk pendidikan pesantren salaf murni, oleh karenanya tidak dibuka sekolah umum, baik MTs maupun SMA. Menurut Kyai Tamam, hal itu karena dia ingin mendirikan lembaga yang menjadi alternatif, kalau bikin SMP atau SMA, sudah ada lembaga serupa di daerah Pamotan. Agar pendidikan salaf lebih optimal dan dapat diikuti anak-anak desa disekitar pesantren maka tahun 1967 Kyai Tamam juga mendirikan Madrasah Diniyah Salafiyah Mambaul Falah, perkembangan santri Madarsah sangat pesat karena pendidikan dibuka untuk umum tidak hanya santri mukim.

Jika melihat kurikulum yang digunakan di Madrasah Diniyah dan Pesantren semua menggunakan kitab klasik maka pesantren Roudlotul Falah dapat dikatakan pesantren salafi murni, namun metode dalam methode pembelajarn para ustadz telah mengadopsi methode pembelajaran seperti sekolah umum. Tidak hanya dengan sorogan (membaca dan mengartikan kitab), tetapi juga ada diskusi dan musyawaroh atau dapat dikatakan bahtsul masail tingkat santri terhadap isu-isu aktual dimasyarakat.

Perkembangan Pendidikan di Pesantren

Zaman yang selalu berubah menjadikan kebutuhan pendidikan masyarakat juga bertambah. Tahun 1976 Pesantren Raudlotul Falah akhirnya mendirikan Madrasah Ibtidaiyah (MI) dan Roudlotul Athfal (RA). Walau MI dan RA merupakan sekolah formal di bawah naungan Depag, tetapi saat itu pengelolaan pendidikan dan manajeman masih disatukan dengan Madrasah Diniyah Salafiyah. Bagi santri-santri yang masuk di Tingkat Diniyah Awaliyah bisa mengikuti Ujian Nasioanal Madrasah Ibtidaiyyah. Jadi para santri tidak hanya mendapatkan ijasah Diniyah Salafiyah, tetapi juga ijasah formal Madrasah Ibtidaiyah.

Tetapi pada tahun 1990an kebijakan Depag mengharuskan pemisahan otoritas sistem pendidikan dan manajemen antara pendidikan Diniyah Salaf dan Madrasah Ibtidaiyah. Sekarang Pesantren mengelola pendidikan Madrasah Diniyah (Ula, Wustho, dan Ulya), Madrasah Ibtidaiyah, Raudlotul Athfal, Pendidikan Usia Dini (PAUD), Wajar Dikdas/Paket B dan Paket C plus Internet. Untuk memudahkan administrasi maka Kyai Tamam mewadahi semua lembaga di bawah Pesantren dalam satu yayasan yang berbadan hukum, yaitu Yayasan Pendidikan Al-Falah.

Saat ini PAUD dipimpin oleh istri beliau sendiri dengan jumlah siswa 23 anak, sedangkan RA/TK sekarang dipimpin oleh Hidayatun Nikmah, S.P. (istri Gus Ulin) jumlah siswanya 37 anak. Sedangkan MI dipimpim oleh Ulin Nuha, S.Fil.I (Gus Ulin) dengan jumlah siswa 86 anak.

Masuknya Wajar Dikdas/Paket B tahun 2004 dan Paket C tahun 2007 dalam pendidikan di pesantren Roudlotul Falah telah menambahan warna pendidikan di Pesantren Rodlotul Falah. Karena para santri sekarang tidak hanya mendapat pelajaran kitab kuning melulu, tetapi mereka juga mendapat tambahan pelajaran setingkat sekolah formal SMP dan SMA, bahkan mereka bisa belajar dengan internet.

Wajardikdas/Paket B diselenggaran Pesantren bekerjasama dengan Depag Kab. Rembang dan pengelolaan diserahkan pada KH. Wahib Qohar dan Ibu Hj. Anis Zakiyah. Kini wajardikdas telah memasuki tahun keempat, kelas tiga sebanyak 84 siswa telah selesai mengikuti Ujian Akhir Nasioanal. Sedangkan Paket C dan program pembelajaran dengan Internet (E-Learning) terlaksana berkat kerjasama pesantren dengan International Center Islam and Pluralism (ICIP) Jakarta. Pengelolaanya sekarang ditangani oleh Humam Najah putra terakhir KyaiTamam dan Sholihul Hadi seorang staff ahli.

Penyelenggaraan Wajardikdas/Paket B dan Paket C ini dilakukan, karena ternyata banyak santri yang punya potensi bagus tapi karena terbentur biaya, akhirnya hanya tamat SD/MI dan tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya. Oleh karenanya, program ini diharapkan bisa menjadi jalan keluar dari problem itu. Usia mereka yang ikut wajar Dikdas di pesantren ini adalah mereka yang betul-betul masih usia sekolah, yaitu 15-17 tahun. Jumlah santri yang ikut Wajardikdas/Paket B dan Paket C sampai sekarang ada 162 orang. Disamping itu juga santri Madrasah Diniyyah yang hanya tamat MTs/SMP dan drop out dari MA/SMA karena terbentur biaya.

Kiprah KH. Tamamudin Munjie

Pesantren Roudlotul Falah sangat dekat dengan masyarakat sekitarnya. Hal ini tidak lepas dari kedekatan Kyai Tamam dengan masyarakat, beliau selalu meluangkan waktu untuk “meladeni” masyarakat sekitarnya yang membutuhkan pengajaran agama, baik yang datang untuk konsultasi dan mengundangnya untuk pengajian. Bahkan, setiap hari Selasa, ada Pengajian Bakul-Bakul (PBB) yang diikuti oleh para padagang sekitar Pamotan dengan mendengarkan ceramah dari Kyai Tamam. Menurut Lasmuri, seorang santri senior di sini, pesantren ini menjadi rujukan atau panutan utama hampir seluruh masyarakat di kecamatan Pamotan. Untuk daerah Rembang sendiri, Kyai Tamam adalah kyai yang dituakan bersama dengan KH Maimun Zubair. Bagi kalangan thariqat Qadiriyyah wa Naqsabandiyah sendiri, setelah wafatnya Kyai Hamid dan Kyai Sahid, Kyai Tamam adalah kyai thariqat yang menjadi alternatif rujukan masyarakat.

Di komunitas NU Kab. Rembang Kyai Tamam juga punya peran penting, beliau menjadi Rais Syuriah NU Rembang periode 2003-2008, karena keilmuan beliau juga maka pesantren ini sering menjadi tempat acara NU Rembang, mulai dari thariqah, bahstul masa’il, hinggga pengajian bulanan. Pesantren Rodlotul Falah juga mempunyai tempat yang terhormat di kalangan pesantren-pesantren lain, seperti Pesantren Kemadu (Mbah Syahid Alm.), Al-Anwar Sarang (KH Maimun Zubair), Raudhatut Thalibin Rembang (KH Mustofa Bisri).

Untuk urusan politik, Kyai Tamam cenderung netral. Meskipun, pada awal-awal reformasi Kyai Tamam termasuk salah satu deklarator PKB Rembang. Namun, karena memandang bahwa berpolitik banyak subhat dan madharatnya, maka beliau mundur total dari kegiatan politik. Bahkan ketika putra beliau, Ulin Nuha, pernah menjadi calon anggota DPRD dari PKB, akhirnya dimintainya untuk mundur. Bahkan, ketika Gus Dur akhir-akhir gencar menggelar Masura (Majelis Ulama’ Rakyat) dan ingin menempatkan kegiatannya di pesantren ini, Kyai Tamam kurang berkenan karena takut menimbulkan fitnah dan tidak mendatangkan banyak maslahah.

Kyai Tamam sebenarnya masih keturunan Syekh Haji Ahmad Mutamakin Kajen Pati dari jalur laki-laki. Syekh Mutamakin dikenal dalam sejarah sebagai Kyai kontroversi pada masa Kerajaan Kartasura masa pimpinan Sunan Amangkurat IV (1719-1726). Karena itu hubungan Kyai Tamam sangat erat dengan pesantren-pesantren Kajen Pati sebab masih ada hubungan kekeluargaan. Para kyai Rembang pun dalam memandang dan menghormati Kyai Tamam tidak hanya melihat sosok pribadi saja yang dikenal alim, tetapi beliau juga masih keluarga besar Kyai Kajen.

Pesantren Jumput terletak di daerah yang cukup miskin ini, keadaannyapun juga cukup miskin juga. Meskipun pendidikannya maju, namun untuk fasilitas-fasilitas modern seperi OHP, mesin fax, video, internet, dan alternatif suplai listrik tidak mempunyai. Namun, dengan semangat dan ruhul jihad yang tinggi, mereka mengatakan akan terus berjuang melakukan pendidikan, meski dengan proses yang pelan-pelan dan fasilitas yang seadanya.

“MISKINAN YANG MEMBELENGGU PENDIDIKAN”

Di Desa Sidorejo Kecamatan Pamotan Kabupaten Rembang inilah Pondok Pesantren Raudlatul Falah berada. Desa yang jauh letaknya dari kota Rembang, + 30 KM. Di sebelah utara Desa Sidorejo sebenarnya ada jalan alternatif Rembang-Bojonegaro, sehingga desa ini mudah dijangkau dengan kendaraan. Desa yang berjumlah penduduk 8000 orang ini merupakan daerah pedesaan yang dikelilingi sawah dan ladang-ladang. Mata pencaharian penduduknya sebagian besar petani.

Tapi pertanian di desa ini bukanlah pertanian yang subur ijo royo, pertanian di sini hanya mengandalkan air tadah hujan. sebenarnya dulu daerah ini subur karena sungainya selalu dialiri air dari daerah yang dataranya lebih tinggi, seperti dari Sale dan Pancur. Tetapi air itu sekarang dikelolan oleh Perusahaan Air Minum dan dialirkan ke kota. Jadi sekarang daerah ini menjadi kering, tanaman padi hanya bisa dilakukan sekali dalam setahun. Jika ada yang sampai dua kali, inipun harus mengambil air dari sungai dengan menggunakan diesel yang biayanya sangat mahal. Untuk mengairi satu petak sawah (+ 100 m) bisa sampai 5 jam dan biayanya sampai 400.000. Jika tanam padi harus mendisel air dari sungai jelas bianya tidak sebanding, belum pupuk dan pekerjanya.

Karena itu untuk menyiasati banyaknya biaya tanam padi, maka penduduk desa ini sawahnya ditanami Tebu yang dipanen setahun sekali. Petani di kawasan Kec. Pamotan banyak yang melakukan hal ini untuk karena tebu tidak membutuhkan banyak air dan biaya pupuk bisa dipinjamkan pada orang yang biasa membeli tebu mereka. Tetapi bagi petani-petani kecil yang hanya mempuyai sawah sedikit bisanya lebih memilih menyewakan sawah pada orang-orang yang punya modal, atau berkerjasama dengan mereka. Dengan melakukan kerjasama dengan pemodal mereka tidak pusing soal biasa penanam, pupuk, perawatan dan penebangan, pemodal juga yang akan membeli tebu tersebut.

Dari segi ekonomi masyarakat di Sidoerejo rata-rata hidup di bawah garis kemiskinan. Rumah-rumah masyarakat kebanyakan terdiri dari rumah kayu dan bambu. Penghasilan penduduknya mayoritas hidup di bawah garis UMR, yaitu berpenghasilan Rp 7.500-15.000 sehari. Akibatnya, banyak sekali anak usia sekolah yang tidak bisa meneruskan pendidikan sekolah umum karena biayanya mahal. Generasi-generasi penerus bangsa ini pada dasarnya sangat berkinginan untuk maju, namun semuanya terbentur oleh biaya. Walhasil, banyak anak usia sekolah yang akhirnya bersekolah di Madrasah Diniyah yang bayarnya Rp 2.500,- perbulan, juga bisa berdasarkan kemampuan dan bisa dihutang. Pendidikan di masyarakat Desa ini sangat tertinggal, persentase dari seluruh penduduk, hanya 20 % yang sekolah di SLTA, sedangkan yang di SMP/SLTP hanya 60-70 %.

Padahal, saat ini pendidikan dasar 9 tahun mestinya sudah dinikmati seluruh penduduk dari seluruh penjuru negeri. Anak-anak yang mampu meneruskan sampai SMA ini adalah orang yang agak mampu secara ekonomi. Memang ada beberapa orang yang sampai tingkat Perguruan Tinggi. Mereka yang melanjutkan sampai ke Perguruan Tinggi merupakan anak-anak orang kaya di desanya, atau orang-orang para guru yang melanjutkan studi karena tuntutan profesi.

Gambaran kemiskinan sebenarnya bukan saja untuk daerah Pamotan, kemiskinan sudah menjadi wajah kabupaten Rembang, karena itu Rembang masuk dalam daftar daerah tertinggal yang tingkat kemiskinan tergolong tinggi. Hampir 38 % dari sekitar 650 ribu penduduk Rembang, menurut data BPS, dikategorikan miskin. Kemiskinan meningkat drastis menjadi sekitar 60% pada saat program Bantuan Langsung Tunai (BLT) diluncurkan pemerintah pusat. Jika melihat data keluarga miskin tahun 2005, separuh lebih dari jumlah KK di beberapa Kecamatan tergolong miskin. Selain keminkinan Rembang terkenal dengan pengangguran dan anak-anak putus sekolah.

Data Kemiskinan Kecamatan di Rembang tahun 2005

KECAMATAN

JUMLAH KK

KEMISKINAN

Pamotan

11280

8648

Sulang

9555

4524

Kaliori

10171

8032

Rembang

20325

11050

Pancur

6765

5292

Kragan

14862

9636

Sluke

6924

5613

Lasem

11149

5530

Sumber dari : Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri; http://www.pnpm-mandiri.org

Sebagian besar anak-anak putus sekolah banyak yang mencari kerja serabutan dan merantau ke Jakarta atau Surabaya. Di Kota rantau mereka bekerja serabutan, mayoritas mereka bekerja menjadi buruh bangunan, ada juga yang berkerja sebagai sopir dan buruh pabrik. Prinsip mereka bekerja apa saja asal tidak menganggur di kampung halamam.

PEMASALAHN PENDIDIKAN

Permasalah yang sangat mendesak untuk ditangani di daerah Pamotan juga daerah lain di Rembang adalah menolong generasi-generasi yang masuh muda belia putus sekolah. Dengan meningkatkan mutu pendidikan secara tidak langsung juga meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia di daerah Rembang.

Saat ini sebagian besar anak-anak Rembang tertolong dengan adanya Bantuan Oprasional Sekolah, sehingga beberapa sekolah tinggkat dasar SD/MI dan SMP/MTs ada yang gratis. Hanya beberapa sekolah paforit yang memungut biaya tambahan karena menambah pelajaran-pelajaran ektrakokulikuler.

Tingkat partisipasi pendidikan di Rembang memang sangat minim, berdasarkan data dari Diknas Rembang APK (angka partisipasi kasar) SMP/SLTP tahun 2006/2007 pada usia 12-15 tahun masih berjumlah 86,30 %. Padahal, target APK untuk MTs/SLTP tahun 2008/2009 adalah 90 %. Masih ada kekurangan 3,70 % lagi untuk memenuhi target yang tinggal setahun itu. Meski tingkat APK untuk SLTP sudah lumayan bagus, namun untuk tingkat SLTA menunjukkan angka yang memprihatinkan, yaitu masih di bawah 36 %, Artinya, anak-anak usia sekolah 16-18 tahun sangat banyak yang belum sekolah atau tidak sekolah. Hal itu bisa jadi karena faktor orang tua, soal kesulitan ekonomi, fanatik terhadap SMA tertentu, jumlah SLTA masih belum terjangkau atau memadai dengan jumlah penduduk, dan sebagainya.